Semen telah menjadi bagian penting pada bidang konstruksi sejak versi primitif dikembangkan oleh orang Romawi. Hari ini bentuk yang paling umum digunakan dari semen adalah semen Portland, yang pertama kali dikembangkan pada abad ke-19.
Bahan baku dapat dibuat dari berbagai material seperti kalsium oksida, silikon oksida, aluminium oksida, oksida besi dan magnesium oksida. Sebagian besar mineral ini dapat diperoleh dari bebatuan, tetapi clay dan batu kapur dapat juga ditambahkan. Komponen-komponen ini kemudian digiling menjadi campuran mentah, sehingga tidak lebih dari 15% volume atau massa partikelnya berukuran lebih besar dari 90μm (Gambar 1). Proporsi partikel kasar dalam bahan campuran harus dikontrol untuk memastikan bahwa campuran yang dihasilkan bersifat homogen dan proses sintering komponen-komponen tersebut dalam kiln selama tahap produksi berikutnya dapat selesai dalam jangka waktu yang ditetapkan.
Bahan campuran dipanaskan sekitar 1400°C untuk membentuk klinker. Kalsium sulfat juga dapat ditambahkan sebagai pengendali waktu, sebelum penggilingan klinker untuk membentuk produk jadi semen.
(Gambar 1 : Distribusi ukuran partikel bahan campuran.)
Sifat dari setiap semen bergantung pada komposisi dan distribusi ukuran partikel. Sebagai contoh, sifat-sifat semen Ordinary Portland bisa bervariasi karena penambahan komponen lain untuk menghasilkan campuran semen berbeda. Misalnya, blast-furnace slag dan fly-ash dapat ditambahkan ke klinker Portland untuk menghemat biaya, tetapi campuran ini memiliki kekuatan awal yang kurang baik. Semen ekspansif dapat diproduksi untuk mengurangi penyusutan selama pengeringan dengan menggunakan klinker ekspansif (seperti sulfo-aluminat). Sifat estetika semen juga dapat diubah dengan menambahkan pigmen dan clay untuk menghasilkan warna atau semen putih.
Namun, informasi tambahan dapat diperoleh melalui pengukuran distribusi ukuran partikel. Sebagai contoh, jika dua sampel semen memiliki rata-rata ukuran atau luas permukaan yang sama maka sampel dengan distribusi ukuran yang lebih kecil akan memiliki daya kekuatan kompresif yang lebih tinggi. Kedua, satuan Blaine akan menjadi kurang sensitif terhadap perubahan pada fraksi kasar.
Dalam semen umum, sekitar 60 hingga 70% dari material harus berada pada ukuran antara 3μm dan 30μm. Partikel berukuran besar (lebih besar dari 50μm) dapat menyebabkan masalah, karena pengurangan kekuatan akibat berkurangnya hidrasi, sedangkan partikel kecil (kurang dari 2μm) dapat mengurangi kekuatan dan menyebabkan keretakan semen secara eksotermal.
(Gambar 2 : Distribusi ukuran partikel dari sampel I dan sampel II.)
(Gambar 3 : Kurva Tromp menunjukkan perbedaan derajat pemisahan.)
Dalam studi ini, teknik laser difraksi telah digunakan untuk mengukur sampel dari bahan campuran dan dua campuran semen yang berbeda. Informasi ukuran partikel juga digunakan untuk menentukan efisiensi dari sebuah separator. Selain itu, sebuah studi kontaminasi silang dilakukan di mana pengukuran alternatif dari dua jenis semen berbeda dibuat untuk menunjukkan bahwa tidak ada kontaminasi terjadi selama pengukuran.
Distribusi ukuran partikel dari berbagai sampel semen telah diukur dengan teknik laser difraksi menggunakan instrumen Mastersizer. Instrumen tersebut beroperasi dengan iluminasi partikel oleh sinar laser yang searah dan mengukur hamburan cahaya dalam berbagai sudut. Informasi ukuran partikel dapat diperoleh sebagai sudut hamburan cahaya dari partikel yang tergantung pada ukurannya. Oleh karena itu dengan mengukur ketergantungan sudut cahaya yang tersebar, distribusi ukuran partikel dapat diperoleh dengan menggunakan model hamburan cahaya yang tepat.
Sampel didispersi dan akan melewati sel pengukuran melalui unit dispersi. Sampel dapat didispersi melalui metode basah (wet) atau kering (dry) tergantung metode mana yang lebih sesuai untuk diaplikasikan. Untuk semen, unit dispersi kering mempermudah pengukuran sampel dengan volume besar dan juga menghindari adanya biaya pelarut yang akan diperlukan untuk pengukuran dengan metode dispersi basah. Oleh karena itu, sampel dalam artikel ini telah didispersi kering, menggunakan Aero S. Unit Aero S beroperasi dengan menggetarkan tempat bahan (sample tray) yang akan mengalir ke venturi, yang dikombinasikan dengan udara dari air compressor, digunakan untuk mendispersi partikel. Aero S dapat menggunakan beberapa jenis tempat sampel dengan volume berbeda untuk sampel dan hopper tambahan, yang dapat mencapai 25g. Selain itu juga tersedia komponen tahan-air dan pendispersi keramik, menyediakan sistem operasi yang kuat saat menangani bahan abrasif.
Gambar 2 menunjukkan distribusi ukuran partikel pada dua sampel semen, CEM I dan CEM II. CEM I merupakan semen serbaguna yang mengandung sekitar 95% klinker, sedangkan CEM II mengandung dalam rentang 65% hingga 95% klinker, dengan penambahan fly-ash atau batu kapur untuk memberikan ketahanan sulfat yang sedang.
Dari distribusi ukuran, dapat ditentukan bahwa 65% dari volume sampel CEM I berkisar antara 3 dan 30μm, dimana angka ini berkurang hingga 54% pada sampel CEM II. Proporsi yang lebih tinggi pada material berukuran antara 3 dan 30μm pada sampel CEM I, menunjukan sampel tersebut akan memiliki kekuatan yang lebih tinggi.
Gambar 2 menunjukkan bahwa perbedaan utama pada sampel CEM I dan CEM II berada di jumlah partikel kasarnya. Hal ini dihitung dengan melihat rata-rata volume beratnya (D [4,3]) yang sensitif terhadap jumlah partikel kasar dalam distribusi. CEM I memiliki D [4,3] dari 17.8μm dan CEM II memiliki D [4,3] dari 26.0μm. Kedua sampel dapat dengan jelas dibedakan oleh D [4,3]. Sebaliknya, luas permukaan akan menjadi tidak sensitif terhadap perubahan fraksi partikel kasar. CEM I memiliki nilai SSA 1.36 dan CEM II memiliki nilai SSA 1.2. Ukuran partikel besar ini akan menyebabkan CEM II memiliki waktu hidrasi lebih lama dan menghasilkan lebih sedikit panas selama hidrasi.
Gambar 4: Separator feed, fines and reject
Gambar 5: Kurva Tromp dari distribusi ukuran pada Gambar 4
Efisiensi separator harus ditentukan untuk memastikan bahwa tidak ada partikel berukuran terlalu besar yang terdapat dalam produk akhir dan partikel halus tidak perlu diproses lebih lanjut. Hal ini dapat diukur dengan memplot kurva Tromp. Plot ini menunjukkan probabilitas bahwa partikel dengan ukuran tertentu dipisahkan menjadi fraksi kasar (overflow) (Gambar 3). Idealnya, kurva tromp manjadi securam mungkin, menunjukkan pemisahan yang sangat baik antara partikel kasar dan halus. Dalam prakteknya, hal ini tidak dapat dicapai, dan beberapa proporsi partikel halus (disebut sebagai material bypass) biasanya ditemukan dengan melimpah. Hal ini dikarenakan partikel halus memiliki inersia rendah: kecenderungan mengikuti aliran udara di dalam separator, dan kemudian tidak mengikuti klasifikasi baik oleh gaya gravitasi atau sentrifugal. Pemisahan yang kurang baik, dimana fraksi partikel halus teramati pada overflow, harus di hindari, karena hal ini dapat menyebabkan over-milling klinker.
(Gambar 6: Studi kontaminasi menggunakan sampel A dan B)
Untuk plot kurva Tromp, baik distribusi ukuran maupun laju aliran pemasukan material untuk keduanya, data oversize dan undersize diperlukan. Kurva Tromp juga dapat ditentukan dari distribusi ukuran partikel ketiga komponen. Gambar 4 menunjukkan distribusi ukuran partikel pada feed, overflow dan underflow dari classifier. Tingkatan efisiensi dapat dihitung dengan mudah dalam software Mastersizer dengan pemilihan data untuk feed, underflow dan overflow dan kurva Tromp yang dihasilkan akan tampil pada template “Grade Efficiency Report” (Gambar 5). Dalam hal ini, kemiringan kurva Tromp cukup curam, menunjukkan bahwa separator bekerja dengan baik dan memberikan pemisahan sempurna dari produk. Jika hal ini tidak terjadi maka langkah perbaikan dapat diambil dan kinerjanya dapat ditinjau kembali untuk mencapai kondisi yang optimal. Puncak tinggi dapat diamati pada ukuran partikel kecil dalam kurva Tromp berhubungan dengan keberadaan partikel halus di aliran oversize untuk partikel kasar. Partikel halus ini mungkin akan mem-bypass material. Namun, mereka mungkin juga partikel halus yang melekat pada partikel kasar dalam classifier, tidak terjadi pemisahan ke dalam aliran underflow, tetapi kemudian terdispersi ketika dilakukan pengukuran dengan laser difraksi.
Percobaan terakhir dalam studi ini dirancang untuk menguji kontaminasi silang dalam pengukuran sistem kering. Hal ini diuji dengan membuat pengukuran berturut-turut pada dua sampel semen berbeda. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Mastersizer dan Aero disperser dengan hopper, dan tes ini sangat menarik terutama untuk laboratorium otomatis.
Proses pengujian dilakukan sebagai berikut; 10 pengulangan pengukuran dari sampel A, diikuti oleh 10 pengulangan pengukuran dari sampel B. Hal ini menjadi acuan untuk sampel A dan B. Dalam rangka percobaan dan simulasi situasi dimana kontaminasi silang mungkin terjadi, dibuat alternatif pengukuran sampel A dan sampel B. Parameter ukuran partikel (Dv10, Dv50 dan Dv90) diplot pada Gambar 6 untuk pengukuran awal sampel A dan sampel B, serta pengukuran secara bergantian untuk menguji kontaminasi.
Gambar 6 menunjukkan bahwa ukuran partikel tetap tidak terpengaruh dengan urutan pengukuran secara bergantian dan karena itu tidak ada kontaminasi silang antara pengukuran berturut-turut sampel A dan sampel B. Reproduksibilitas pengukuran secara berurutan adalah 1%, berdasarkan Dv50 diukur untuk masing-masing kelas, bahkan ketika melakukan pengukuran secara bergantian.
Dalam sebuah lab otomatisasi, software dapat memantau kebersihan sistem, tapi mungkin tidak mendeteksi efek kontaminasi silang yang tidak kentara. Percobaan ini menunjukkan bahwa hasil pengukuran bukan terpengaruh oleh kontaminasi silang. Hal ini akan memungkinkan pengguna untuk memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap hasil yang diperoleh dari sistem otomatis.
Laser difraksi merupakan teknik yang cepat dan efektif untuk mengukur ukuran partikel semen. Kisaran ukuran dari Mastersizer sangat cocok untuk mengukur suatu bahan dalam rentang ukuran yang luas. Sebagai contoh, pengukuran bahan campuran (raw mix) hingga grade semen yang sangat halus dapat dilakukan tanpa perubahan lensa apapun. Sampel dapat terdispersi dengan baik, basah ataupun kering dan disperser sistem kering Aero merupakan metode yang mudah untuk dispersi sampel semen dengan volume yang lebih besar.
Dalam studi ini, distribusi ukuran partikel dari bahan campuran (raw mix), CEM I dan CEM II telah diukur. CEM I memiliki persentase lebih besar pada material dengan rentang antara 3 dan 30μm yang mengindikasikan kekuatan komprensif. CEM II menunjukkan proporsi bahan kasarnya yang lebih besar mengindikasikan waktu hidrasinya lebih lambat. Efisiensi separator telah ditentukan dari pengukuran distribusi ukuran feed, overflow dan underflow. Pada akhirnya, sebuah studi kontaminasi telah dilakukan untuk menunjukkan bahwa pengukuran berturut-turut dari berbagai jenis semen yang berbeda tidak berpengaruh pada distribusi ukuran partikelnya.
Artikel diadaptasi dari publikasi Malvern Panalytical (AN090624PSACementLaserDiff-EN)